Setitik luka
Diiringi musik melankolis man upon the hill - stars and rabbit, aku memulai pagiku yang datar tanpa perasaan apapun. Menjalani kehidupan perkuliahan semester 2 akhir, kini ku memulai perkuliahan di jam yang terbilang masih cukup pagi. Rasa kantuk yang tak tertahankan oleh mataku mengiringi deru jari tanganku mencatat sedikit demi sedikit materi pada mata kuliah pagi itu. Danendra mengirim pesan padaku selepas selesai kelas agar diriku segera beranjak menjumpainya, selalu seperti itu dalam setiap harinya. Danendra memang sosok manja yang selalu ingin ditemani dalam setiap saatnya, bak tersihir mantra aku selalu mengiyakan apapun yang Danendra sampaikan padaku. Setelah kelas berakhir aku segera beranjak untuk menjumpai Danendra, kami bertemu di tempat yang sama namun tak banyak mengobrolkan hal-hal. Aneh? memang aneh, Danendra tak sama seperti awal-awal saat ia mendekatiku. Dulunya ia sangat gemar mengajakku berbincang perihal kehidupan pribadi kami, tetapi setelah berbulan-bulan kami menjalani hubungan ia malah menjadi sosok tertutup dan enggan bercerita padaku. Faktor itu pun yang menjadikanku tertutup pada Danendra, pernah disuatu saat aku berkeluh kesah layaknya anak kecil yang mengadukan kejadian menyeblakan kepada orang tuanya, begitulah gambaranku saat mengadukan masalahku kepada Danendra. Tapi respon Danendra bukannya membuatku menjadi lega tapi ia malah mersepon keluh kesahku dengan kata-kata yang membuatku semakin terpuruk. Tak terkejut lagi dengan sikap Danendra yang seperti itu, ya karena.... Danendra memang sering melontarkan kata-kata kasar yang tak sepatutnya dilontarkan kepada pasangannya. Matilah kau Enola!! sudah beban hidup mu banyak, tak punya tempat pulang pula... haha tragisnya kisahku. Dari runtutan-runtutan perlakuan Danendra padaku sedikit demi sedikit merubahku menjadi sosok gadis yang mudah uring-uringan serta sangat sensitif. Aku kembali menangis, bukan, bukan menangisi Danendra kali ini, menangisi diriku sendiri, Enola. Begitu malangnya nasib gadis kecil ini yang hidupnya penuh dengan tekanan serta tanggung jawab yang besar akan suatu hal yang tak bisa kuutarakan disini harus hidup berdampingan dengan seorang kekasih yang tak hanya tawa bagi diriku tetapi juga luka bagiku. Bagaimana bisa hati kecilku setiap harinya bertambah rasa kasih sayang kepada Danendra, padahal banyak luka baru pula yang kudapati dari Danendra. Apakah seaneh itu cinta? dimana letak cinta yang selama ini kukenal? bukannya cinta adalah ketika seorang dua insan yang selalu mengasihi serta memberi ruang aman satu sama lain?. Lalu apa namanya hubunganku dengan Danendra ini? mengapa? mengapa hanya aku yang mengasihi? lalu dimana? dimana aku mendapatkan kasih sayang, ruang aman, serta tempat untuk pulang?. Walaupun semalaman kumenangis karena rasa sakit akan Danendra anehnya ketika kembali kubertemu dengannya luka itu seakan memaksa menutup dengan cepatnya. Hatiku begitu labilnya menghadapi Danendra, bak rumput liar yang menjalar tak jelas kemana arah tumbuhnya. Kupanjatkan doa untuk kekasih ku itu "ya tuhan, lembutkanlah hatinya, bukalah pintu hati kekasihku itu agar dapat kurasakan lembutnya kasih sayang darinya, sembuhkanlah jiwanya, mudahkanlah jalannya" begitulah dalam setiap doa yang selalu kuulang lagi dan lagi untuk Danendra kekasihku. Mengapa tak dibuang saja diriku ini daripada dalam setiap harinya Danendra merasa emosi denganku, dengan kegiatanku, dan dengan kegemaranku yang terkadang menghalangiku untuk menemui Danendra. Danendra sering sekali pada masa ini mengolokku bahwa diriku buruk rupa, fisik tak menarik, serta perempuan yang tak lebih dari seorang "pecundang". Hancur sehancur hancurnya diriku, tapi itu semua tak membuatku berkurang kasih sayang pada Danendra. Ku beri pesan berbintang semua olokan Danendra itu, gilaaa??!!! untuk apaa??!!! untuk mengingatkanku bahwa diriku ternyata serendah itu di mata kekasihku sendiri, kalimat-kalimat itu pula yang membuatku selalu menyalahkan diriku sendiri. Selalu dalam setiap harinya aku merutuki diriku sendiri, ibu mengapa aku tidak cantik? ibu mengapa diriku sangat menjijikan? ibu mengapa aku seperti ini? ibu mengapa diriku tak sempurna? ibu aku tak ingin hidup, sungguh tak ingin ibuuu..
Komentar
Posting Komentar