Ini perihal Danendra
Danendra, lelaki yang kukenal secara tak sengaja itu kini kian sukses memporak-porandakan jiwaku. Hatiku bak bermekaran karenanya, namun juga hancur lebur juga olehnya. Setelah kami bersama selama beberapa waktu, masih tak bisa kuselami lebih dalam siapa sosok Danendra kekasihku itu. Gemuruh dalam kepalaku seakan enggan usai menerka sosok manakah pemilik jiwa asli kekasihku itu. Danendra yang manja nan lembut juga perhatian, ataukah Danendra dengan sosok dingin, kasar serta tak berperasaan itu? ahh Tuhann... ini jauh lebih sulit dari materi aljabar yang selalu kuhindari semasa SMA dulu. Sialan susah sekali menebak pria itu, membawaku kedalam pikiran "ataukah sebenarnya kekasihku itu tak sehat jiwanya?". Waktu demi waktu kulewati masih dengan penuh tanda tanya dan tak segera kutemui jawabannya. Yang selalu terlintas dalam benakku ialah Danendra tak sepenuhnya mencintaiku, mengapa diriku tega berpikir seperti itu kepada kekasihku sendiri? bagaimana diriku tak berpikiran seperti itu? dalam setiap harinya Danendra mengolokku dengan kata-kata sampahnya "haha murahan, haha lonte, dasar jelek, tak usah banyak gaya kau tidak cantik" kurang lebih kalimat-kalimat itu yang setiap harinya Danendra lontarkan padaku. Aku menangis, lalu mengapa bila aku tak cantik? tak bolehkah orang buruk rupa sepertiku mendapat balasan cinta?! sehina itukah diriku, hingga aku tak layak tuk dicinta? Tuhan, lalu mengapa Kau tumbuhkan dalam hatiku rasa cinta yang tulus? mengapa tak Kau biarkan si buruk rupa ini buruk pula hatinya, supaya layak untuk semuanya membenci serta enggan membalas cintaku Tuhan. Berbatang - batang rokok rasa semangka itu ku hisap sembari memutar lagu-lagu The Adams yang seperti nyawa tambahan untukku. Kurenungi sejenak kekasihku itu, terputar memori saat kami bertemu hingga detik ini, seolah-olah dalam otakku terputar sebuah film documentary, sial air mata kembali jatuh membasahi pipiku. Kembali ku bertanya pada diriku sendiri, apakah mungkin diriku juga melukai hati Danendra yang membuatnya seperti itu padaku? tapi apa? tak kulabuhkan hatiku ke hati yang lain, selalu ku-iyakan semua permintaannya, tak pernah ku membalas semua yang ia lakukan pada diriku, pada jiwaku, pada fisikku, lalu mengapa ia seperti itu? lagi-lagi ku tak tau jawabnya. Danendra sangatlah aneh, ia keras tapi juga sangat gampang menangis, jiwanya benar-benar rusak pikirku. Mulai kubaca, kudalami suatu buku-buku perihal sifat seseorang, bak bermain judi, menemani orang yang telah rusak jiwanya apabila kita berhasil kita menang, kalau tidak? jiwa kita yang rusak, hancur, porak poranda. Dalam benakku selalu ingin berlari jauh menghindari Danendra, ingin menyelamatkan diri ini sendiri, tetapi tak hanya takut hatiku juga tak tega meninggalkan pria hancur itu. Cuih.. hardikku pada diriku sendiri, munafik sekali kau Enola! bukan, aku bukan munafik, diriku hanya tak pernah menyelaraskan hati serta pikiran ini. Hatiku selalu mengampuni, mengasihi Danendra, namun pikiranku tak pernah rela diriku ini hancur karena Danendra. Seperti lagu membasuh-hindia, aku ingin menjadi seperti itu, aku ingin menjadi obat walaupun diriku sendiri telah membiru, aku ingin tetap membasuh tanpa memperhitungkan masa yang lalu, walau kering tetap bisa membasuh, sungguh! diriku benar benar seperti lagu itu. Sebenarnya aku mengerti, aku paham betul, Danendra adalah insan yang tak punya arah pasti, tapi mengapa harus kurasakan luka olehnya pula? di mana salahku? diriku ini kekasihnya atau rivalnya? sungguh aku tak ingin mendapat pasangan seperti itu Tuhan. Dimana sosok pangeran yang selalu kubayangkan itu? dimana sosok manis nan lembut yang selalu melindungiku itu Tuhan? mengapa tak kunjung datang membantuku menyembuhkan semua luka lalu mengajakku berlari jauh meninggalkan jurang segera menuju hamparan taman nan indah itu Tuhan? dimana? siapa? siapa yang mampu menolongku Tuhan? hadirkanlah, kumohon Tuhan...
Komentar
Posting Komentar